Piala Dunia 2002 Terburuk dalam Sejarah, Pengaturan Skor Korea Selatan, Wasit 'Pembunuh Bayaran' Hingga Kasus Pencucian Uang FIFA

Perhelatan Piala Dunia selalu menarik atensi masyarakat di seluruh dunia. Salah satu ajang Piala Dunia yang paling membekas adalah Piala Dunia 2002 dimana FIFA untuk pertama kalinya memilih untuk menyeleggrakan Piala Dunia di benua Asia setelah sebelumnya perhelatan sepak bola paling bergengsi seantero negeri itu hanya dilakukan di benua Eropa dan Amerika. 

Dua negara Asia Timur yakni Korea Selatan dan Jepang terpilih sebagai tuan rumah. Piala Dunia 2002 ini juga tercatat sebagai Piala Dunia dengan jumlah stadion yang digunakan bertanding terbanyak. FIFA memilih 10 stadion dari masing-masing negara tuan rumah sehingga total jumlah stadion yang digunakan dalam Piala Dunia 2002 sebanyak 20 stadion di 20 kota berbeda.

Tak hanya itu, Piala Dunia 2002 menjadi debut 2 negara yang baru pertama kali lolos ke Piala Dunia, yakni Senegal dan Cina. 

Sebelum kick off berlangsung, dunia sudah dibuat gusar 6 tahun sebelumnya. Para penggemar sepak bola heran dengan terpilihnya Jepang dan Korea Selatan sebagai tuan rumah Piala Dunia sehingga secara otomatis orang-orang di Eropa terganggu karena perhelatan piala dunia berlangsung saat jam kerja mereka. Bagi yang ngin langsung datang ke stadion pun merasa terganggu karena jarak tempuh yang harus dilalui terlalu jauh untuk menonton satu pertandingan ke pertandingan lain.

Korea Selatan dan Jepang dianggap sebagai negra yang kurang mampu menghadapi gelombang penonton di ajang sekelas Piala Dunia. Kedua negara tersebut juga tidak mempunyai sejarah mencolok selama perhelatan Piala Dunia dan tidak memiliki infrastruktur yang memadai. 

Awalnya semua protes yang dilayangkan hanya dianggap sebagai arogansi publik kaum kulit putih, namun itu semua lantas bisa dipahami ketika bintang Manchester United, Roy Keane pulang dari Jepang karena negara tersebut dinilai melakukan persiapan yang memalukan. Piala Dunia 2002 dianggap sebagai piala dunia yang tidak ramah bagi Roy Keane. 

Ia yang merupakan kapten dari Irlandia sebenarnya tidak memiliki masalah apapun dengan negaranya. Keane turut melakukan persiapan dengan baik bersama timnya sebelum akhirnya mereka terbang ke Jepang. Namun sampai disana Keane geram karena fasilitas yang disiapkan ternyata tak sesuai harapan. Pertama, alat latihan terlambat datang sehingga sesi latihan mundur. Kedua, lapangan latihan yang digunakan Keane dan rekan dianggap tidak memenuhi standar yang ia anggap seperti area parkir mobil. Hal itu membuatnya terlibat cekcok dengan beberapa orang di timnas Irlandia.

Sempat pulang dan dipanggil kembali oleh tim, Keane kembali mengungkapkan kekesalan dengan mengatakan masyarakat Irlandia harus tau betapa burunya persiapan Piala Dunia 2002 dan membuat pelatihnya geram dan memulangkannya. 

Pada tahun 2015, harian AS mengabarkan bahwa Jepang melakukan suap untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2002. Penyuapan itu diangkan oleh mantan pegawai Federasi Sepak Bola Amerika Selatan  yang menyodorkan dokumen bukti tindak penyuapan dan modus penggelapan dana. Dikatakan Jepang menggelontorkan dana untuk CONMEBOL saat Nicolas Leoz Almiron masih menjabat sebagai presiden. Dana diberikan kepada 10 anggota CONMEBOL agar memilih Jepang sebagai negara penyelenggara Piala Dunia. 

Dalam kompetisi tersebut, banyak momen tar terlupakan terjadi. Pada 9 Juni 2002, Rusia harus berhadapan dengan sang tuan rumah Jepang dan Negeri Tirai Besi harus kalah dengan skor 1-0. Pendukung Rusia tidak puas dengan kinerja wasit dalam pertandingan tersebut dan melakukan kerusuhan usai pertandingan. Dilaporkan ada pendukung timnas Rusia yang sampai membakar mobil di jalanan. Atas insiden tersebut 2 orang dinyatakan meninggal dunia. 

Kontroversi juga terjadi dalam kemenangan Jerman melawan Amerika Serikat. Ketika semua orang berpikir Amerika Serikat akan mendapat hadiah pinalti karena hand ball di kotak pinakti, wasit justru tak menganggap demikian. Wasit jutru meniup peluit tanda pelanggaran. Hal tersebut masih menjadi kontroversi hingga saat ini. '

Kemudian saat pertandingan antara Inggris melawan Argentina ketika Michael Owen mengaku melakukan diving saat ia di tekel di kotak pinalti. Pemain Inggris itu kemudian buka suara dengan mengatakan seorang striker akan selalu menyerang dan membuat lawannya menyentuh kakinya di kotak pinalti guna mendapatkan keuntungan. Permainan tersebut kemudian dimenangkan oleh Inggris. 

Yang tak kalah mencengangkan dalah ketika pemain sekelas Rivaldo, bintang asal Brasil yang melakukan diving saat masa injury time melawan Turki. Saat itu Rivaldo yang berdiri di samping bendera di sudut lapangan mendapatkan hantaman bola dari pemain Turki. Saat dilihat dari tayangan ulang, bola mengenai paha Rivaldo namun pesepak bola itu justru memegangi wajahnya seolah-olah bola itu mengenai wajahnya.

Kekalahan Italia melawan Korea Selatan ini menjadi laga paling kontroversial dalam sejarah Piala Dunia. Kala itu, timnas Korea Selatan jauh lebih unggul dari rekan sesama penyelenggara dunia, Jepang. Selama fase grup, Korea Selatan tak mengalami hambatan yang berarti. 

Negeri Gingseng yang tergabung dalam Grup D berhasil mengalahkan Polandia 2-0 di pertandingan pertama, imbang melawan Amerika Serikat dengan skor 1-1, dan mengalahkan Portugal dengan skor 1-0. 

Saat melawan Portugal, terjadi sedikit kontroversi dimana dua orang squad Portugal diusir dari lapangan setelah mendapatkan kartu merah. Namun, saat itu timnas Korea Selatan memang pantas keluar sebagai pemenang dan menjadi pemuncak grup.

Yang dianggap sebagai pertandingan kontroversial dalam sejarah sepak bola ialah pertandingan antara Korea Selatan melawan Italia di fase 16 besar Piala Dunia 2002 dimana Korea Selatan berhasil mengalahkan Italia dengan skor 2-1. Padahal, Italia datang dengan status club unggulan yang diprediksi mampu melenggang jauh hingga ke final Piala Dunia. Mereka memiliki salah satu liga terbaik di dunia yakni Serie A dan diisi dengan pemain-pemain ternama pada masanya, kekalahan Italia atas Korea Selatan bahkan tidak diakui oleh masyarakat Italia.

Namun tak terduga perjalanan Italia menjadi sulit padahal hanya harus mengalahkan Meksiku, Kroasia dan Ekuador yang diatas kertas saat itu Italia lebih diunggulkan. Tak sampai disitu, Italia justru tersisih setelah kalah dari Korea Selatan.

Kontroversi bermula dari pertandingan yang dilaksanakan pada 18 Juni 2002 di Wold Cup Daejeon Stadium. Sekitar 38.500 orang yang memadati stadion tersebut menjadi saksi kemarahan Italia atas kekalahannya dari sang tuan rumah perlakuan wasit yang memimpin saat itu, Moreno. Ditambah, suporter mengibarkan spanduk bertuliskan "Again 1966" yang mengingatkan Italia atas memori kelam kekalahan grup tersebut dari Korea Utara. Saat itu squad Italia memang tidak tampil maksimal sehingga kekalahan Italia melawan Korea Utara dianggap fair.

Kembali ke Piala Dunia 2002 saat Italia berhadapan dengan Korea Selatan, baru empat menit pertandingan berjalan, Moreno sudah menghadiahi Korea Selatan dengan tendangan pinalti. Namun beruntung kiper Italia berhasil menangkis tendangan Korea Selatan. Squad Italia berhasil menjebol gawang Korea Selatan melalui gol sepak pojok Fransesco Totti yang dikonversi menjadi gol oleh Christian Vieri.

Petaka terjadi saat Seol Ki Hyeon mengoyak gawang Italia sehingga pertandingan dilanjukan ke babak tambahan waktu. Disini kontroversi mulai terlihat dimana wasit Moreno membantu Korea Selatan dengan mengusir Totti di menit 103 karena dituduh melakukan diving di kotak pinalti. Saat itu Totti mendapat kartu kunging kedua yang membuat Italia harus bermain dengan 10 pemain.

Kejanggalan selanjutnya Damiano Tommasi dianulir oleh Moreno. Puncak dari kontroversi terjadi di menit 117 disaat punggawa salah satu club Serie A asal Korea Selatan berhasil menciptakan gol kedua yang membuat Korea Selatan unggul atas Italia dengan skor 2-1. 

Rakyat Italia menolak mengakui kemenangan Korea Selatan. Sebagai bentuk balas dendam, Ahn Jung Hwan yang saat itu menjadi squad club Italia Perugia langsung dihapus dari club tersebut. Headline surat kabar Italia pun mengkritik keras kemenangan Korea Selatan. 

Giorgio Tosatti, seorang jurnalis kenamaan asal Italia bahkan menulis berita, "Italia didepak dari Piala Dunia kotor yang mengubah wasit dan hakim garis menjadi pembunuh bayaran."

Saat itu kabar awal menyebutkan Moreno memang dengan sengaja menyebutkan Italia karena ingin balas dendam akibat negaranya, Ekuador dikalahkan oleh Italia pada ajang sepak bola tersebut sehingga harus tersingkir. 

Selang beberapa saat, banyak teori konspirasi muncul mengenai wasit asal Ekuador tersebut sehingga FIFA turun tangan menyelidiki kontroversi tersebut. Bahkan orang nomor satu FIFA saat itu turun tangan menyelidiki kontroversi itu. Namun dirinya mengatakan bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang direncanakan. Ucapan Sepp Blatter tersebut tentu tidak ditelah mentah-mentah oleh pecinta sepak bola Italia.

Opini yang berkembang di Italia saat itu ialah pertandingan antara Italia melawan Korea Selatan telah diatur agar sang tuan rumah dapa bertahan lebih lama dalam ajang Piala Dunia 2002 dan kepentingan FIFA di Asia bisa diselamatkan tanpa memperhatikan prinsip fairplay sepak bola. 

Saat berhasil mengalahkan Italia dan akhirnya bertemu Spanyol, tim Korea Selatan kembali mendulang kontroversi. Beberapa keputusan wasit dianggap merugikan negeri matador yang membuat Spanyol harus takluk dari Korea Selatan. 

Setelah dilakukan penyelidikan pada tahun 2015 lalu, banyak pejabat asosiasi sepak bola FIFA ditangkap Kejaksaan Agung Amerika Serikat dan anggota FBI karena pencucian uang, pengaturan skor dan pemerasan. Kejaksaan Agung Amerika Serikat juga menyelidiki adanya pengaturan skor di Piala Dunia 2002. Hal tersebut mengundang amarah pecinta sepak bola dunia, terutama pertandingan yang dijalani oleh Korea Selatan. Di setiap pertandingan yang dilakukan oleh Korea Selatan diduga telah dilakukan pengaturan skor.


Mantan Wakil Presiden FIFA, Jack Warner diduga menjadi dalang dari kontroversi tersebut. Ia menjadi tersangka utama karena telah menginstruksikan wasit asal Mesir, Gamal Al-Ghandour untuk memenangkan Korea Selatan dalam pertandingan Korea Selatan melawan Spanyol untuk mempermudah tuan rumah lolos ke babak selanjutnya. 

Warner juga mengatur pertandingan Portugal melawan Korea Selatan dengan menyuruh wasit yang menjadi pengadil untuk mengatur skor. Ia memberikan 2 kartu merah kepada squad Portugal dan membuat Korea Selatan menang 1-0 serta keluar sebagai juara grup. 

Yang paling kontroversial tentu saat Warner memerintahkan wasit Moreno memenangkan Korea Selatan atas pertandingan melawan Italia. 






Komentar