Misteri Keberadaan Yeti - Mitos dan Penelitian Mengenai Yeti,Makhluk Penghuni Himalaya

 

Yeti merupakan manusia salju misterius yang konon katanya tinggal di pegunungan Himalaya. Terlepas dari puluhan ekspedisi ke daerah pegunungan terpencil di Rusia, Cina, dan Nepal, keberadaan Yeti tetap tidak terbukti. Yeti adalah karakter dalam legenda kuno dan cerita rakyat orang Himalaya. Dalam sebagian besar cerita, Yeti digambarkan sebagai sosok berbahaya, kata penulis Shiva Dhakal kepada BBC. Pesan moral dari cerita tersebut sering kali menjadi peringatan untuk menghindari binatang buas yang berbahaya dan untuk tetap dekat dan aman dalam komunitas.

Legenda mengatakan bahwa orang suci bernama Lama Sangwa Dorje ingin tinggal sendiri untuk bermeditasi. Yeti membantunya membawakan makanan, air, dan bahan bakar. Ketika Yeti meninggal, orang suci itu menyimpan kulit kepala dan tangannya sebagai pengingat akan kebaikan makhluk itu. Saat Lama membuat sebuah kuil, relik "Yeti" ini menjadi daya tarik utama.

Messner
Messner
Messner melihat penampakan Yeti untuk pertama kalinya yang terjadi di suatu tempat di sekitar Tibet pada tahun 1986 ketika dia sedang berjalan-jalan dan tersesat. Saat senja, dia melihat sosok besar dan gelap di depannya,seperti pria tapi lebih cepat dan lebih kuat. Pada malam yang sama dia melihatnya lagi, Yeti setinggi hampir 7 kaki. Messner kemudian terobsesi dengan makhluk itu dan mengejarnya di seluruh wilayah Himalaya selama 12 tahun. Tetapi kesimpulan yang dia tarik dari penelitiannya selama 12 tahun dengan banyak perjalanan ke Himlaya mengecewakan. Faktanya, Messner akhirnya memiliki lebih banyak penampakan Yeti di Lhasa dan wilayah Karakorum. Menurutnya itu hanya beruang gunung. Penjelajah lain, Ernst Schäfer, yang pada tahun 1939 berada dalam misi rahasia yang disponsori oleh Reich Jerman, memiliki jawaban yang sama untuk misteri Yeti. Legenda mengatakan bahwa penjelajah Nazi sebenarnya menembak dan membunuh salah satu makhluk yang diklaim penduduk setempat sebagai Yeti. Tetapi kebenaran menurut Schäfer adalah bahwa itu hanya beruang Tibet yang besar.

Pada tahun 1951.seorang penjelajah asal Inggris bernama Eric Shipton sedang mencari rute alternatif untuk menuju puncak gunug Everest. Ia menemukan jejak kaki hominoid. Ia kemudian mengambil foto jejak kaki tersebut dan dalam waktu sekejap spekulasi muncul bahwa jejak kaki itu merupakan jejak kaki Yeti. Foto itu diambil di Gletser Menlung, sebelah barat Gunung Everest, di perbatasan Nepal-Tibet. Shipton dan Michael Ward sedang mencari rute alternatif menuju puncak Everest ketika mereka menemukan jejak kaki itu. Shipton adalah salah satu penjelajah Everest yang paling dihormati Ketika ia membawa gambar jejak kaki itu,orang-orang menganggap gambar itu adalah asli. Tidak ada yang pernah mempertanyakan keaslian gambar itu.  Daniel Taylor yang merupakan seorang penulis Yeti : The Ecology of Mystery sudah mencari keberadaan Yeti di pegunungan Himalaya sejak ia kecil. Taylor menceritakan bagaimana proses pencariannya,apa yang membuat jejak kaki itu mirip jejak kaki manusia. Cetakan jejak kaki yang diduga adalah Yeti tersebut sangat tajam tercetak pada salju,secara bersamaan jejak kaki ersebut seperti jejak primata sekaligus hominoid dengan ukuran jejak kaki yang sangat besar,sekitar 13 inches.
Setelah berita mengenai ditemukannya jejak kaki tersebut beredar,banyak ekspedisi yang dikerahkan untuk mencari keberadaan Yeti.
The World Book Encyclopedia kemudian tertarik dengan keberadaan Yeti dan bekerja sama dengan  Edmund Hillary. Ia sedikit percaya akan kebenaran keberadaan Yeti pada tahun 1950-an, kemudian ia berkata, "Kita tidak boleh hanya mencari Yeti, kita harus mempelajari bagaimana orang hidup di dataran tinggi." Jadi mereka membangun rumah di ketinggian 19.000 kaki dan melakukan banyak eksperimen tentang bagaimana manusia menyesuaikan diri dengan iklim. Merekalah yang pertama kali membuat perbedaan antara kepercayaan Sherpa pada Yeti dan Yeti sebagai hominoid misterius yang hidup di pegunungan Himalaya. Pada tahun 1960, Sir Edmund Hillary, orang pertama yang mendaki Mt. Everest, mencari bukti Yeti. Dia menemukan apa yang diklaim sebagai kulit kepala dari binatang itu, meskipun para ilmuwan kemudian menentukan bahwa kulit berbentuk helm itu sebenarnya terbuat dari serow, hewan Himalaya yang mirip dengan kambing.
Kemudian ia memfokuskan pencarian di Lembah Barun,suatu tempat liar yang ada di Nepal.
Saya disarankan untuk pergi ke sana oleh Raja Nepal, yang berkata, "Jika Anda ingin pergi ke tempat paling liar, di mana Yeti mungkin berada, itu adalah Barun." Dan ketika Raja mengatakan itu, pergilah, karena dia benar-benar tahu negaranya,kata Hillary. Dan ketika ia sampai di lembah itu,ia menemukan jejak yang ia yakini merupakan jejak Yeti. Ia menanyakan tentang jejak itu pada pemburu lokal dan pemburu itu mengatakan kemungkinan jejak kaki itu adalah jejak kaki beruang pohon. Namun Hillary mempertanyakan darimana asal ibu jari pada jejak itu. Beruang pohon ternyata mampu membuat cengkeraman berlawanan yang tidak dapat dilakukan oleh beruang biasa karena ketika berada di pohon satu ibu jari beruang pohon akan terlatih melakukan cengkeraman pada ranting pohon atau bambu.

Daniel Taylor percaya bahwa jejak kaki Yeti berasal dari beruang hitam Asia seperti foto yang ada di  Kamla Nehru Zoological Garden di Ahmedabad, India.
Bryan Sykes melakukan tes DNA di Oxford University. Profesor dari Oxford mengumpulkan sampel Yeti baik kuku,tulang hingga bulu dengan melakukan panggilan secara global kepada institut yang meneliti Yeti. Ia menerima 57 sampel, 36 di antaranya dipilih untuk pengujian DNA, menurut University College London (UCL). Kebanyakan fosil yang ia dapat adalah fosil domba dan beruang. Ia kemudian melakukan analisis DNA dan menemukan bahwa dua sampel yang berasal dari Bhutan dan India tampak seperti beruang, tetapi tidak dapat dipastikan apakah itu. Hubungan DNA terdekat adalah beruang kutub tetapi dengan urutan DNA yang misterius. Hasil analisis itu menunjukkan 100 persen cocok dengan tulang rahang beruang kutub Pleistosen yang hidup antara 40.000 dan 120.000 tahun yang lalu, periode waktu ketika beruang kutub dan beruang coklat yang berkerabat dekat dipisahkan sebagai spesies, menurut BBC. Sykes mengira sampel itu mungkin hibrida beruang kutub dan beruang coklat.
Namun, dua ilmuwan lainnya, Ceiridwen Edwards dan Ross Barnett, melakukan analisis ulang terhadap data yang sama. Mereka mengatakan bahwa sampel tersebut sebenarnya milik beruang Himalaya, subspesies langka beruang coklat. Hasil studi mereka dipublikasikan di jurnal Royal Society, Proceedings of the Royal Society B.

Tim peneliti lain, Ronald H. Pine dan Eliécer E. Gutiérrez, juga menganalisis DNA dan juga menyimpulkan bahwa "tidak ada alasan untuk percaya bahwa dua sampel Sykes dkk. berasal dari apa pun kecuali beruang coklat biasa."
Dan pada 2017, tim peneliti lain menganalisis sembilan spesimen "Yeti", termasuk sampel tulang, gigi, kulit, rambut, dan kotoran yang dikumpulkan dari biara, gua, dan situs lain di Himalaya dan Dataran Tinggi Tibet. Mereka juga mengumpulkan sampel dari beruang di wilayah tersebut dan dari hewan di tempat lain di dunia. Dari sembilan sampel yeti, delapan berasal dari beruang hitam Asia, beruang coklat Himalaya, atau beruang coklat Tibet. Yang kesembilan dari seekor anjing.

Di sisi lain,dalam bukunya "Still Living? Yeti, Sasquatch, and the Neanderthal Enigma" (1983, Thames dan Hudson), peneliti Myra Shackley memberikan deskripsi sebagai berikut, yang dilaporkan oleh dua pendaki pada tahun 1942 yang melihat "dua titik hitam bergerak melintasi salju sekitar seperempat mil di bawah mereka. " Terlepas dari jarak yang signifikan ini, mereka memberikan deskripsi yang sangat rinci berikut ini: "Tingginya tidak kurang dari delapan kaki ... kepala digambarkan 'persegi' dan telinga letaknya dekat tengkorak karena tidak ada proyeksi dari siluet di salju. Bahunya menurun tajam ke dada yang kuat ... ditutupi oleh rambut coklat kemerahan yang membentuk bulu tubuh tertutup bercampur dengan rambut lurus panjang yang menjuntai ke bawah. " Orang lain melihat makhluk "seukuran dan bertubuh kecil, kepala ditutupi rambut panjang tetapi wajah dan dadanya tidak terlalu berbulu. Berwarna coklat kemerahan dan bipedal, ia sibuk menggerek akar dan sesekali mengeluarkan teriakan nyaring bernada tinggi. "

Sebuah jari yang pernah dipuja di sebuah biara di Nepal dan telah lama diklaim berasal dari Yeti diperiksa oleh para peneliti di Kebun Binatang Edinburgh pada tahun 2011. Jari tersebut menimbulkan kontroversi di antara orang percaya Bigfoot dan Yeti selama beberapa dekade, sampai analisis DNA membuktikan bahwa jari tersebut adalah manusia, mungkin dari mayat seorang biarawan.
Pemerintah Rusia menaruh perhatian pada Yeti pada tahun 2011, dan menyelenggarakan konferensi ahli Bigfoot di Siberia bagian barat. Peneliti Bigfoot dan ahli biologi John Bindernagel mengklaim bahwa dia melihat bukti bahwa Yeti tidak hanya ada tetapi juga membangun sarang dan tempat berlindung dari cabang pohon yang bengkok. Kelompok itu menjadi berita utama di seluruh dunia ketika mereka mengeluarkan pernyataan bahwa mereka memiliki "bukti yang tak terbantahkan" dari Yeti, dan 95 persen yakin itu ada berdasarkan beberapa uban yang ditemukan di gumpalan lumut di dalam gua.
Ilmuwan lain yang berpartisipasi dalam ekspedisi yang sama menyimpulkan bahwa bukti yang "tak terbantahkan" itu adalah palsu. Jeff Meldrum, seorang profesor anatomi dan antropolog di Idaho State University yang mendukung keberadaan Bigfoot, mengatakan bahwa dia menduga cabang pohon yang bengkok itu telah dipalsukan. Tidak hanya ada bukti nyata dari potongan yang dibuat dengan alat pada cabang-cabang yang seharusnya bengkok karena Yeti, tetapi juga pohon-pohon itu terletak di lokasi yang strategis di dekat jalan setapak yang sering dilewati orang dan bukan di daerah terpencil.

Kurangnya bukti yang kuat untuk mendukung keberadaan Yeti tidak semata-mata menghapus keyakinan bahwa Yeti memang benar-benar ada,melainkan sebagai bukti bahwa makhluk ini memang langka dan sangat sulit untuk ditemukan. Meskipun belum ditemukan bukti yang mendukung keberadaan Yeti tetapi kemungkinan secara nyata atau tidak makhluk ini akan terus hidup berdampingan dengan kita.


Komentar